Friday, 13 March 2015

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

POKOK-POKOK HUKUM DAGANG

Hukum Dagang Yang Diatur Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)

1. Sistematika KUHPer
                Hukum perdata adalah hukum yang mengatur antara perorangan yang satu dengan perseorangan yang lain dalam segala usaha untuk memenuhi hidupnya. Hukum perdata dalam KUH Perdata terdiri dari 4 kitab :
a. kitab I berjudul “Perihal Orang”.
Mengatur tentang diri seseorang, kekeluargaan, dan perkawinan.

b. Kitab II berjudul “Perihal Benda”
mengatur benda dan perkawinan.

c. Kitab III berjudul “perihal perikatan”,
mengatur tentang harta kekayaan/ perjanjian-perjanjian

d. Kitab IV berjudul “Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa”.
Mengatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lampau waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

                Bagian-bagian KUH perdata yang mengatur tentang Hukum Dagang sebagian terbesar terletak pada kitab III tentang perikatan. Yang di maksud dengan hukum perikatan adalah “Hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut”. Hukum dagang disebut terletak dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel,  check, Firma, CV, PT dan sebagainya.


2. Hubungan Perikatan dengan Perjanjian

                Apakah yang termasuk dengan Perikatan? Perikatan atau Verbinntenis yang terletak dalam buku III KUH perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antar dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu wajib berpresatsi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut.

                Pihak yang berwajib berprestasi disebut debitur dan pihak yang berhak atas prestasi Kreditur. Jika pihak debitur tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak Kreditur dapat menuntutnya di muka Hakim. Namun demikian tidak semua hubungan dapat disebut mempunyai akibat hukum. Agar hubungan tersebut mempunyai akibat hukum, dan dapat disebut sengaai perikatan haruslah pihak yang berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak lainnya terletak dalam lapangan harta kekayaan.

                Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini, di timbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan perikatan
                Dengan demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian adalah perjanjian menimbulkan periktan, dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banayak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka, sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian, dan undang-undang hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang dii buat oleh anggota masyarakat.


3. Syarat-syarat Perjanjian
                 
                Untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana yang di sebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu

a. Harus ada kesepakatan dari pihak yang membuat perjanjian.
b. Harus ada kemampuan membuat perjanjian.
c. harus ada objek atau hal tertentu.
d. harus ada causa/ sebab yang halal.

                Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif, karena syarat ini terletka pada orang-orang yang membuat perjanjian. Apabila salah satu syarat subyektif ini tidak terpenuhi maka akibat hukumnya, perjanjian dapat di mintakan pembatalannya. Menurut pasal 1454 KUH Perdata, tenggang waktu permintaan pembatalan perjanjian ini di batasi hingga 5 tahun. Berarti kita dalam tenggang waktu tersebut tidak ada permintaan pembatalan, maka perjanjian menjadi sah sekalipun syarat subyektif tidak terpenuhi.

               
4. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

                Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat di lihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi :

“Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang di atur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus.

Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum.

                Dari rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum yang bersifat khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi KUH Dagang adalah perkecualian dai KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya secara khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi nila dalam KUH dagang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek dagang tersebut, tunduk terhadap KUH perdata yaitu tentang perikatan atau perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.

                Dengan demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik dalam masyarakat umum maupun perdagangan. Karena hukum perikatan adalah bagian dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan bagian dari hukum perdata, misalnya pasal 1319KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjuan yang bernama maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH perdata. Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian jual-beli, pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan secara khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut tunduk pada KUH Perdata.

SUMBER : : Buku “Hukum Perusahaan Indonesia” karangan Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H dan Christine S.T. Kansil, S.H