POKOK-POKOK HUKUM DAGANG
Hukum Dagang Yang
Diatur Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)
1. Sistematika KUHPer
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur antara perorangan yang satu dengan
perseorangan yang lain dalam segala usaha untuk memenuhi hidupnya. Hukum
perdata dalam KUH Perdata terdiri dari 4 kitab :
a. kitab I berjudul “Perihal Orang”.
Mengatur tentang diri seseorang, kekeluargaan, dan
perkawinan.
b. Kitab II berjudul “Perihal Benda”
mengatur benda dan perkawinan.
c. Kitab III berjudul “perihal perikatan”,
mengatur tentang harta kekayaan/
perjanjian-perjanjian
d. Kitab IV berjudul “Perihal Pembuktian dan
Kadaluwarsa”.
Mengatur tentang alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat lampau waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Bagian-bagian
KUH perdata yang mengatur tentang Hukum Dagang sebagian terbesar terletak pada
kitab III tentang perikatan. Yang di maksud dengan hukum perikatan adalah
“Hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak
dalam lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu wajib berprestasi dan
pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut”. Hukum dagang disebut terletak
dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan
yang timbul dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan,
makelar, komisioner, wesel, check,
Firma, CV, PT dan sebagainya.
2. Hubungan
Perikatan dengan Perjanjian
Apakah yang termasuk dengan
Perikatan? Perikatan atau Verbinntenis yang
terletak dalam buku III KUH perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum
antar dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan dimana
pihak yang satu wajib berpresatsi dan pihak yang lain berhak atas prestasi
tersebut.
Pihak
yang berwajib berprestasi disebut debitur dan pihak yang berhak atas prestasi
Kreditur. Jika pihak debitur tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak
Kreditur dapat menuntutnya di muka Hakim. Namun demikian tidak semua hubungan
dapat disebut mempunyai akibat hukum. Agar hubungan tersebut mempunyai akibat
hukum, dan dapat disebut sengaai perikatan haruslah pihak yang berhubungan
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya terletak dalam lapangan harta
kekayaan.
Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain
untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini, di timbulkan suatu peristiwa
berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang
dinamakan perikatan
Dengan
demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian adalah
perjanjian menimbulkan periktan, dengan kata lain perjanjian merupakan salah
satu sumber yang paling banayak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian
menganut sistem terbuka, sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan
perjanjian, dan undang-undang hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang
dii buat oleh anggota masyarakat.
3.
Syarat-syarat Perjanjian
Untuk sahnya suatu
perjanjian harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana yang di sebutkan
dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu
a. Harus ada kesepakatan dari pihak yang membuat
perjanjian.
b. Harus ada kemampuan membuat perjanjian.
c. harus ada objek atau hal tertentu.
d. harus ada causa/ sebab yang halal.
Syarat
pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif, karena syarat ini terletka
pada orang-orang yang membuat perjanjian. Apabila salah satu syarat subyektif
ini tidak terpenuhi maka akibat hukumnya, perjanjian dapat di mintakan
pembatalannya. Menurut pasal 1454 KUH Perdata, tenggang waktu permintaan
pembatalan perjanjian ini di batasi hingga 5 tahun. Berarti kita dalam tenggang
waktu tersebut tidak ada permintaan pembatalan, maka perjanjian menjadi sah sekalipun
syarat subyektif tidak terpenuhi.
4. Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hubungan hukum perdata
dengan hukum dagang dapat di lihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi :
“Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga
pada hal-hal yang di atur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri
mengaturnya secara khusus.
Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu
hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum.
Dari
rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum yang
bersifat khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah genusnya dan
KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi KUH Dagang adalah perkecualian dai KUH
Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya secara khusus, maka
ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi nila dalam KUH dagang
belum diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek dagang tersebut, tunduk terhadap
KUH perdata yaitu tentang perikatan atau perjanjian-perjanjian yang menimbulkan
hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.
Dengan
demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum
perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik
dalam masyarakat umum maupun perdagangan. Karena hukum perikatan adalah bagian
dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan bagian dari hukum perdata,
misalnya pasal 1319KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjuan yang bernama
maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH perdata.
Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian
jual-beli, pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak
ditentukan secara khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut
tunduk pada KUH Perdata.
SUMBER : : Buku “Hukum
Perusahaan Indonesia” karangan Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H dan Christine S.T.
Kansil, S.H